Here is my article I wrote in Central Java Newspaper, SUARA MERDEKA. I have got always E 20 per page. OK ... it was my time represented IIWC of PKBI Jateng at Technical Meeting ALLIANCE in Antalya. It's a touristic and an old city in Turkey. I stayed for 3 days there in Khan Hotel which was organized by GSM Turkey. Thanks, IIWC.
Pesona Antalya Tua
PESONA Turki bahkan telah tampak begitu Anda menapakkan kaki di Bandara Ataturk di Istambul. Betapa tidak? Negeri berpenduduk 67,8 juta jiwa dengan luas tak sampai satu juta meter persegi itu begitu cantik. Di sana sini terlihat bangunan berinfrastruktur modern. Boleh jadi, itu ujud kebanggaan Turki setelah menjadi anggota Uni Eropa. Kalau boleh dibilang, negeri yang menggunakan abjad Latin itu kini mulai gigih mengikis olok-olok "Eropa nanggung".
Setelah hampir sehari penuh "terkungkung" di pesawat, rasanya lega begitu saya mendarat tiba di Istambul. Dari Jakarta pesawat berangkat pukul 1.00 dinihari dan baru mendarat pukul 18.00 di Istambul. Selisih waktunya kira-kira 4 jam lebih lambat dari Indonesia.
Meski begitu, saya tak bisa langsung mengistirahatkan badan. Dari kota yang dahulu masyhur dengan sebutan Konstantinopel itu, perjalanan saya harus berlanjut ke Kota Antalya. Di situ pertemuan TM Alliance (sebuah organisasi pemuda seluruh dunia) diselengarakan Genclik Servisleri Merkezi Youth Service (GSMYS).
Begitu berada di pintu gerbang bandara Istambul, saya menuju agen perjalanan "The Last Minute". Sejumlah penerbangan ditawarkan. Mulai dari yang paling mahal seperti Turkish Airlines hingga yang termurah seperti Skyfly atau Onuair. Akhirnya saya pilih Onuair dengan penerbangan pukul 19.30. Rasanya agak janggal ketika tahu bahwa harga tiket yang awalnya hanya 50 Turkish Lira, tiba-tiba berubah menjadi 120 TL atau 80 Euro.
Ah, tapi tanpa berpikir panjang saya toh berangkat pula, mengingat mendesaknya acara yang harus saya ikuti. Sebagai penawar hati, pramuwisata dari agen perjalanan itu berbaik hati membawakan satu troli dan mengantar hingga tempat boarding.
Ada pengalaman tak menyenangkan selama "penantian" itu. Saya kalang kabut lantaran sebuah tas tiba-tiba hilang. Buru-buru saya lapor petugas. Mereka pun kontan saja kebingungan.
"Where did you put your baggage (Di mana anda menaruh tas)?" tanya seorang petugas perempuan
"I took it from boarding and passed it through the screen then I forgot to bring it with me (Saya membawanya dari tempat boarding dan melewatkan melalui alat pengaman. Kemudian, saya lupa membawanya)," jawab saya setengah memelas.
"Anda yakin sudah melalui alat pengaman dengan tas anda? Apa yang ada di dalamnya? Uang?" sela petugas pria.
"Bukan! Warna tas saya hitam dan ada tulisan nama saya di sana. Isinya cuma baju dan berkas-berkas. Oh, saya benar-benar kehilangan!"
Salah satu petugas lain mengajak saya keliling bandara untuk mencarinya. Beberapa detik kemudian, sekilas mata saya menyoroti antrean di Onuair, saya berteriak karena tiba-tiba ingat bahwa tas itu sudah saya kirim duluan. "Oh, ya ampun, saya sudah mengirimnya lebih dulu ke Antalya!" Sambil ngeloyor turun ke ruang tunggu, buru-buru saya minta maaf.
Agar bisa belanja, saya harus menukar uang dolar dahulu. Nilai per dolar kira-kira setara dengan 217 New Turkish Lira atau YTL. Berkenaan dengan mata uang Turki itu, ada hal yang sempat membuat saya keki. Bayangkan, pada mata uang edisi lama, ada sederet angka nol dalam jumlah jutaan di belakang tiap nominal yang tertera di mata uang. Akibatnya, saat melihat harga yang tertera di suatu produk, hati bisa berubah jadi was-was. Harga barang yang ditawarkan toko tiba-tiba terasa tidak masuk akal. Meski begitu, saat tahu nilai nominal aslinya, hati yang tadi berdesir bisa berubah jadi geli sendiri.
Beruntung, Turki saat ini memiliki kebijakan mata uang baru yang menghilangkan nol-nol di belakang. Sejak Januari 2005, selain Turkish Lira (TL), negeri itu juga menggunakan New Turkish Lira (YTL). Sebagai perbandingan, nilai 1 dolar AS misalnya, setara dengan 1.350.000 TL atau 1,35 YTL dan 1 Euro sama dengan 1.770.000 TL atau cukup ditulis 1,77 YTL.
Barang di sana cukup mahal. Sebagai gambaran, sebotol bir 0,5 liter seharga 2,8 Euro atau 5 YTL; satu pak rokok Marlboro isi 20 harganya 1,8 Euro atau 3,30 YTL; dan satu kali makan di restauran tarifnya 8,4 Euro atau 15 YTL. Bagaimana tarif kamar hotel melati? Ternyata tak terlampau mahal. Satu kamar di hotel melati semalam berkisar 16,9 Euro atau 30 YTL per orang.
***
PERJALANAN Istambul-Antalya bisa ditempuh dalam satu jam dengan pesawat. Di pesawat, penumpang hanya mendapatkan air mineral saja. Masih untung, penerbangan domestik di Indonesia menyediakan makanan ringan, bahkan dalam kereta api eksekutif sekalipun.
Lanskap Antalya
Begitu mendarat di Bandara Antalya, saya merasakan udara begitu dingin. Saya lihat peta menuju lokasi pertemuan yang ternyata tak seberapa jauh. Untungnya, shuttle bus belum berangkat. Untuk tujuan hotel berbintang empat, Best Western Khan Hotel saya rogoh kocek 8 YTL lebih murah 12 YTL ketimbang taksi.
Biasanya antara jam 12 malam hingga 6 pagi harga tiket transportasi naik 25 persen dibandingkan jam-jam biasa. Di depan bis, kondektur yang baik hati dengan bahasa Inggris berdialek Turki mencoba menolong mencarikan hotel yang saya maksud. Bahasa Inggrisnya sempat terbata- bata, kadang mengangguk-angguk, kadang tersenyum.
Ketika itu saya mengamati sudut-sudut kota Antalaya. Wow! Kota ini memang cantik, tertata meski tua dimakan usia.
Mescit atau Masjid dalam bahasa Turki sangat mudah ditemukan di kota-kota Turki. Antalya disinari sang mentari selama 300 hari setahun. Itulah sebabnya banyak turis mandi matahari, berenang, ski air, berlayar, selancar angin, naik gunung, dan olah raga lain. Meski datang pada bulan Maret, belum saya lihat salju di sekitar situ. Padahal biasanya pada bulan Maret dan April, orang-orang bisa bermain ski di pagi hari dan di sore hari berenang di air hangat air laut Mediterania. Kota tua ini pasti beruntung berada di ujung selatan negeri, hingga memiliki keindahan laut Mediterania dan menjadikannya sebagai wisata pantai terbaik di Turki, laiknya Bali di Indonesia atau Cebu di Filipina.
Menurut sejarah, Antalya ditemukan kali pertama tahun 159 SM oleh Attalos II, raja Pergamum, yang akhirnya menamakan kota itu sebagai Attaleia. Pada waktu itu terjadi perebutan kekuasaan kota. Salah satu saksi bisu nan megah adalah masjid yang dibangun oleh Setjuk sultan Alaeddin Keykybat di tengah kota pada abad 13 M. Inilah yang menjadi simbol kota Antalya.
Selain itu ada masjid-masjid pada masa Ottoman yang penting dibangun pada abad 16. Ambil contoh Masjid Murat Pasa dan Masjid Tekeli Mehmet Pasa yang dibangun pada abad 18. Dalam bahasa Turki, masjid adalah Mescit. Hotel yang kami huni dikelilingi masjid-masjid. Salah satunya bahkan ada di depan hotel. Ada getaran halus menerpa kulit saat azan nyaring mengundang masyarakat untuk beribadah.
***
SETELAH seharian berdiskusi dengan 15 partner untuk program pertukaran relawan 2005 dengan IIWC PKBI Jateng, Indonesia, ada keputusan menarik. Yakni, tawaran pengiriman dua relawan Indonesia ke UNA dan Concordia Inggris, 1 relawan matchmaking ke Republik Ceska via AEVE, 1 peserta ke Open House Jerman, dan masih banyak lagi. Paling tidak istilah tak kenal maka tak sayang terbukti karena kami hanya berkomunikasi melalui email selama 5 tahun terakhir ini.
Sorenya, semua 60 Koordinator LSM se-Eropa Timur dan 5 negara Asia (Indonesia, Thailand, Jepang, Korea dan India) mengikuti city tour. Dua bis putih dan kuning mulai merangkak keluar dari parkir Hotel Khan. Pelan tapi pasti, bis-bis wisata itu melewati jalan-jalan kecil di Antalya.
Si pemandu mulai berbla bla bla. Di tempat duduk paling belakang di sisi kanan, saya terlelap karena dingin. Begitu mata terbuka, di sana-sini banyak pohon tua yang tidak ditebang dan terawat dengan baik di sepanjang jalan. Bahkan beberapa pohon dibiarkan tumbuh tua di tengah jalan.
Waktu kami memang cuma 4 jam dengan tujuan pertama lokasi air terjun Kursunlu. Embusan angin beriklim 10 derajat celcius membuat saya menggigil. Setelah menolak tawaran jaket kulit milik Julien asal Italia, sweater buatan Indonesia yang melekat ditubuh ini tak mampu menahan hingga akhirnya jaket kulit Jinsu dari Korea berpindah tangan juga. Badan terasa hangat, pintu gerbang menguak keindahan alam Turki.
Namun dingin masih juga memaksa saya berlari kecil ke toilet Bayan untuk perempuan. Sebelumnya, saya bayangkan joroknya toilet di situ. Ternyata saya keliru. Lalu saya bergabung dengan teman-teman menyusuri jalan setapak yang mengitari air terjun. Airnya yang hijau bening membuat kami bisa melihat dasar tanah dan bebatuan. Di sebelah kanan adalah taman burung. Beragam burung langka bisa ditemukan bagai buluh perindu akan panggilan suara alam.
Satu jam berada di air terjun, kami bertolak ke tempat bersejarah. Yakni, sebuah reruntuhan gedung teater tua bernama Aspendos Amphitheater di timur Antalya.
Gora, kompleks pasar zaman kuno
Setibanya di sana, kami berlomba-lomba menaiki trap tempat duduk tertinggi. Tiba-tiba koordinator asal Jerman menyanyikan sebuah lagu layaknya Pavarotti atau Placido Domingo. Semua bertepuk tangan untuk "opera" spontan itu.
Saya jadi membayangkan bagaimana dahulu orang Turki menikmati hiburan di gedung antik yang pasti dulunya megah itu. Ya. Kadang-kadang para artis Turki dan sekitarnya menggunakan teater tersebut untuk galeri seni, akustik, dan lain sebagainya.
Berikutnya, pemandu kami pamer tentang keindahan Gora, sebuah kompleks pasar zaman kuno. Sayang sekali bangunannya sudah rusak. Namun sisa-sisa kemegahannya masih kentara terutama pada pilar-pilar yang masih berdiri tegak.
Di seputaran, ada tempat jagal hewan, taman tempat istirahat bersama dayang-dayang, kolam renang air panas khusus untuk kaum saudagar dan masih banyak lagi. Lahannya sangat luas, tapi keluasan itu seakan-akan melambaikan tangan mengajak kita mencermati setiap detil bebatuan di situ.(Gaganawati DPH-13)
No comments:
Post a Comment